search

Jumat, 15 April 2011

Toksikologi

TUGAS TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)
MERKURI (Hg)



Oleh :
Ni Made Wilantari
0808105002


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2011

BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)
Limbah B3 adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun secara tidak langsung dapat merusak dan/atau mencemarkan lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan manusia. Sumber limbah B3 adalah, setiap orang atau Badan Usaha yang menghasilkan Limbah B3 dan menyimpannya untuk sementara waktu di dalam lokasi kegiatan sebelum Limbah B3 tersebut diserahkan kepada pihak yang bertanggungjawab untuk dikumpulkan dan diolah.
Limbah B3 dapat berbentuk padat, cair dan gas yang dihasilkan baik dari proses produksi maupun proses pemanfaatan produksi industri tersebut yang mempunyai sifat berbahaya dan sifat beracun terhadap ekosistem. Pengelompokan limbah B3 dapat dikategorikan berdasarkan sifatnya yaitu yang bersifat flamable (mudah terbakar), explosive (mudah meledak), corrosive (menimbulkan karat), oxidizing waste (buangan pengoksidasi), infectious waste (buangan penyebab penyakit), toxic waste (buangan beracun).
Pengolahan limbah B3 harus memenuhi persyaratan:
• Lokasi pengolahan
Pengolahan B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau di luar lokasi penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area penghasil harus:
1. daerah bebas banjir;
2. jarak dengan fasilitas umum minimum 50 meter;
Syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil harus:
1. daerah bebas banjir;
2. jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 m atau 50 m untuk jalan lainnya;
3. jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas umum minimum 300 m;
4. jarak dengan wilayah perairan dan sumur penduduk minimum 300 m;
5. dan jarak dengan wilayah terlindungi (spt: cagar alam,hutan lindung) minimum 300 m.
• Fasilitas pengolahan
Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi:
1. sistem kemanan fasilitas;
2. sistem pencegahan terhadap kebakaran;
3. sistem pencegahan terhadap kebakaran;
4. sistem penanggulangan keadaan darurat;
5. sistem pengujian peralatan;
6. dan pelatihan karyawan.
Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengolahan limbah B3 mengingat jenis limbah yang ditangani adalah limbah yang dalam volume kecil pun berdampak besar terhadap lingkungan.
• Penanganan limbah B3 sebelum diolah
Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji analisis kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat guna pengolahan limbah tersebut sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah.
• Pengolahan limbah B3
Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses sbb:
1. proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan, stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa.
2. proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik, dan lain - lain.
3. proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya racun sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan akhir
4. proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah menggunakan alat khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran harus mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr
Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3, tetapi proses dipilih berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai dengan jenis dan materi limbah.
• Hasil pengolahan limbah B3
Memiliki tempat khusus pembuangan akhir limbah B3 yang telah diolah dan dilakukan pemantauan di area tempat pembuangan akhir tersebut dengan jangka waktu 30 tahun setelah tempat pembuangan akhir habis masa pakainya atau ditutup.
Dalam upaya penanganan limbah B3, pengindentifikasian karakteristik berbahaya dan beracun dari limbah suatu bahan yang dicurigai, merupakan langkah awal yang paling mendasar. Dengan diketahuinya karakteristik limbah, maka suatu upaya penanganan terpadu akan dapat diterapkan. Yang terdiri dari pengendalian, pengurangan, pengumpul, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir.
Strategi penanganan untuk mengoptimalkan sistem pengelolaan, adalah :
1. Hazardous waste minimization, adalah mengurangi sampai seminimum mungkin jumlah limbah kegiatan industri.
2. Daur ulang dan recovery. Untuk cara ini dimaksudkan memanfaatkan kembali sebagai bahan baku dengan metoda daur ulang.
3. Proses pengolahan. Proses ini untuk mengurangi kandungan unsur beracun sehingga tidak berbahaya dengan cara mengolahnya secara fisik, kimia dan biologis.
4. Secured landfill. Cara ini mengkonsentrasikan kandungan limbah B3 dengan fiksasi kimia dan pengkapsulan, untuk selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan aman.
5. Proses detoksifikasi dan netralisasi. Untuk menetralisasi kadar racun.
6. Incinerator , yaitu memusnahkan dengan cara pembakaran pada alat pembakar khusus.
Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan penimbunan akhir.Tujuan dari pengelolaan limbah B3 untuk melindungi kesehatan masyarakat dan mencegah pencemaran lingkungan. Selain itu untuk melindungi air tanah yang disebabkan cara penanganan limbah B3 yang belum memadai.
MERKURI (Hg)
Salah satu contoh bahan beracun dan berbahaya adalah merkuri (Hg). Merkuri banyak digunakan dalam penambangan emas liar di Indonesia, sehingga mencemari air sungai dan menyebabkan gangguan kesehatan pada penambang sebagai akibat penambangan emas tanpa izin. Peristiwa pencemaran merkuri akibat penambangan salah satunya terjadi di daerah Kalimantan Barat. Pengolahan biji emas tanpa izin dalam penambangan liar menggunakan bahan merkuri, sianida, air keras untuk memisahkan emas dari endapan sedimen (lumpur, pasir dan air) limbahnya tidak di olah terlebih dahulu melainkan langsung dibuang ke sungai dan hal ini akan mengakibatkan lingkungan menjadi tercemar (air, ikan dan manusia) bahkan lebih lanjut dapat menimbulkan akibat keracunan dan membahayakan bagi kondisi kesehatan penambang maupun masyarakat sekitar lokasi penambangan.
Merkuri (Hg) mempunyai nama kimia hydragyrum yang merupakan suatu unsur yang berbentuk cair keperakan pada suhu kamar. Merkuri membentuk berbagai persenyawaan baik anorganik (seperti oksida, klorida, dan nitrat) maupun organik. Merkuri dapat menjadi senyawa anorganik melalui oksidasi dan kembali menjadi unsur merkuri (Hg) melalui reduksi.
Toksisitas dari merkuri dapat terjadi pada bentuk organik maupun anorganik. Penyakit Minamata merupakan contoh toksisitas organik. Di teluk minamata, suatu perusahaan membuang merkuri anorganik ke air, merkuri tersebut kemudian dimetilasi oleh bakteri dan selanjutnya dimakan oleh ikan yang akhirnya dikonsumsi oleh manusia. Toksisitas merkuri anorganik terjadi dalam beberapa bentuk. Merkuri metalik (Hg), merkuri merkorous (Hg1+), atau merkuri (Hg2+). Toksisitas dari merkuri anorganik dapat terjadi dari kontak langsung melalui kulit atau saluran gastrointestinal atau melalui uap merkuri. Uap merkuri berdisfusi melalui alveoli, terionisasi didarah, dan akhirnya disimpan di system saraf pusat.
Merkuri di lingkungan terdapat dalam bentuk ikatan organik dan anorganik. Merkuri anorganik Merkuri anorganik dalam bentuk Hg+ dan garam merkuri (Hg+ + +). Hg + dapat menguap dan secara sempurna diserap oleh saluran pernapasan. Melalui saluran pernapasan partikel Hg+ tidak diabsorbsi secara sempurna. Hg anorganik menembus saluran darah otak menuju ke sistem saraf. Racun akibat Hg anorganik biasanya bersumber dari lingkungan kerja. Merkuri organik adalah senyawa merkuri yang terikat dengan satu logam karbon, contohnya metal merkuri. Merkuri anorganik dapat diubah menjadi merkuri organik dengan bantuan bakteri anorganik, khususnya untuk memproduksi logam merkuri suatu bentuk merkuri yang mudah masuk kedalam sel dalam tubuh. Beberapa kejadian yang terjadi akibat kontaminasi air yang menyebabkan keracunan. Ikan yang dimakan terkontaminasi metal merkuri, yang diubah oleh bakteri di dalam endapan air. Keracunan merkuri terjadi pada populasi lokal yang mengkonsumsi ikan terpapar merkuri.
Keracunan yang disebabkan oleh merkuri ini, umumnya berawal dari kebiasaaan memakan makanan dari laut, teruama sekali ikan, udang dan tiram yang telah terkontaminasi oleh merkuri. Awal peristiwa kontaminasi merkuri terhadap bioata laut adalah masuknya buangan industri yang mengandung merkuri kedalam badan perairan teluk (lautan). Selanjutnya dengan adanya proses biomagnifikasi yang bekerja di lautan, konsentrasi merkuri yang masuk akan terus ditingkatkan disamping penambahan yang terus menerus dari buangan pabrik merkuri yang masuk tersebut kemudian berasosiasi dengan sistem rantai makanan, sehingga masuk kedalam tubuh biota perairan dan ikut termakan oleh manusia bersama makanan yang diambil dari perairan yang tercemar oleh merkuri. Disamping itu merkuri juga masuk bersama bahan makanan pokok seperti gandum dan beras, yang telah diberi senyawa merkuri pada waktu pembibitan dan penyemaian. Sebagai bahan pencemar yang sangat beracun, keberadaan merkuri dalam tata lingkungan selalu menjadi topik yang selalu hangat untuk dibahas. Pembahasan mengenai tingkah laku merkuri dalam tubuh biasanya tidak terlepas dari senyawa merkuri yang mencemari lingkungan.
Senyawa merkuri tersebut yaitu :
1. Senyawa merkuri an-organik termasuk logam merkuri
2. Senyawa akil-merkuri yang mempunyai struktur hidrokarbon rantai lurus
3. Senyawa aril-merkuri dengan struktur yang mengandung cicin hidrokarbon aromatik.
Penggunaan merkuri didalam industri - industri sering menyebabkan pencemaran lingkungan, baik melalui air buangan maupun melalui system ventilasi udara. Merkuri yang terbuang kesungai, pantai atau badan air disekitar industri-industri tersebut kemudian dapat mengkontaminasi ikan–ikan dan mahluk air lainya termasuk ganggang dan tanaman air. Selanjutnya ikan–ikan kecil dan mahluk air lainnya mungkin akan dimakan oleh ikan-ikan atau hewan air lainnya yang lebih besar atau masuk kedalam tubuh melalui insang. Kerang juga dapat mengumpulkan merkuri didalam cangkangnya. Ikan-ikan dan hewan-hewan tersebut kemudian dikonsumsi oleh manusia sehingga manusia dapat mengumpulkan di dalam tubuhnya. Penggunaan merkuri dibidang pertanian sebagai pelapis benih dapat mencemari tanah – tanah pertanian yang berakibat pencemaran terhadap hasil-hasil pertanian, terutama sayursayuran. Batasan kandungan merkuri maksimum adalah 0,005 ppm untuk air dan 0,5 ppm untuk makanan. Sedangkan WHO (World Health Orgaization) menetapkan batasan maksimum yang lebih rendah yaitu 0,0001 ppm untuk air.

SUMBER :
Anonim, 2011, Pengertian Limbah B3, , diakses pada 8 April 2011.
Anonim, 2011, Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), , diakses pada 8 April 2011.
Anonim, 2011, Pengelolaan Limbah B3, , diakses pada 8 April 2011.
Subanri, 2008, Kajian Beban Pencemaran Merkuri (Hg) Terhadap Air Sungai Menyuke Dan Gangguan Kesehatan Pada Penambang Sebagai Akibat Penambangan Emas Tanpa Izin (Peti) Dikecamatan Menyuke Kabupaten Landak Kalimantan Barat, , diakses pada 8 April 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar